Kategori
ARTIKEL

Dampak Chatbot AI Generatif Terhadap Integritas dan Kemampuan Berpikir Kritis di Bidang Pendidikan

Dalam keadaan tegang ujian, terdapat banyak soal yang masih kosong. Sedangkan waktu menunjukkan 15 menit sebelum tenggat waktu pengumpulan. Di laci ada handphone yang menyala, terbuka sebuah aplikasi Artificial Intelegent (AI) yang siap menjawab pertanyaan apapun bahkan sesulit apapun. Hal tersebut menjadi dilema bagi banyak anak muda saat ini. Mereka ingin berproses, berkembang dan mendapatkan hasil yang baik secara jujur tetapi malas untuk belajar, yang akhirnya mereka menggunakan teknologi AI yang instan, tanpa menguras banyak tenaga dan memberikan jawaban yang hampir sempurna.

Lahirnya AI membuat terjadinya banyak perubahan di dunia khususnya bagi kalangan muda. Semua menjadi terasa mudah dan instan. Dari yang awalnya tidak tahu sama sekali secara tiba-tiba dalam hitungan detik menjadi tahu bahkan dengan soal sesulit apapun. Namun, dibalik semua kemudahan yang diberikan, AI juga membawa dampak buruk bagi manusia. Manusia menjadi malas untuk berpikir dan berkembang sehingga apabila hal ini terus dilakukan, manusia akan selalu bergantung pada AI untuk berpikir. Di bidang pendidikan atau akademik ini sangat berbahaya karena dapat memengaruhi integritas akademik.

Artikel ini akan menganalisis dan membahas bagaimana AI di masa sekarang dapat mengancam integritas akademik siswa. Tidak hanya sekadar plagiarisme, tetapi kehadiran AI ini memiliki dampak yang berbahaya karena dapat membuat manusia khususnya siswa dan mahasiswa terlalu bergantung kepada AI. Hal tersebut dapat berisiko mengikis kemampuan berpikir kritis dan kreativitas yang seharusnya dimiliki setiap manusia dalam proses pendidikan. Apakah pendidikan saat ini menghasilkan generasi yang kompeten atau hanya sekadar ahli dalam menyusun kata untuk memerintah AI dan menyalin hasil dari AI?

Pada masa lalu, plagiarisme hanya seperti menyalin dari teman atau sumber daring, hal seperti itu sudah mudah dilacak dengan aplikasi perangkat lunak seperti turnitin. Tetapi kata dan kalimat yang diberikan AI chatbot seperti Gemini, ChatGPT, Copilot, Deepseek, dan lain sebagainya selalu berbeda dari setiap pengguna. Setiap permintaan yang dikirimkan kepada AI tersebut akan diatur ulang kata dan kalimatnya sehingga setiap permintaan akan mendapatkan jawaban dengan susunan yang berbeda-beda. Sehingga, aplikasi perangkat lunak untuk mendeteksi plagiarisme secara tradisional sering lolos.

Celah tersebut dapat digunakan oleh siswa dan mahasiswa untuk mengirimkan tugas mereka tanpa hasil dari pikiran mereka sendiri, yaitu seratus persen hasil dari AI. Saat ini sudah ada beberapa perangkat lunak yang didesain khusus untuk mendeteksi tulisan dari AI, tetapi aplikasi tersebut tidak selalu akurat. Karena hasil keluaran dari AI bisa disesuaikan di setiap permintaan, misal pengguna meminta hasil dari AI dijelaskan dengan bahasa yang santai layaknya manusia menjelaskan secara langsung. Bahkan yang lebih parah, aplikasi perangkat lunak pendeteksi AI tersebut justru sering mendeteksi karya yang dibuat dari buah pikiran manusia sendiri adalah karya buatan AI. Selain itu, dibalik kemunculan aplikasi perangkat lunak pendeteksi AI, dibuat juga aplikasi perangkat lunak untuk mengubah hasil AI yang terdeteksi karya AI menjadi seperti karya manusia yang tidak terdeteksi oleh perangkat lunak tersebut. Dengan begitu pendidik sulit untuk membuktikan bahwa karya yang dikirimkan merupakan hasil dari AI.

Nilai yang sebenarnya siswa dan mahasiswa perlukan bukanlah tentang hasil, melainkan proses yang dilakukan untuk mendapatkan hasil. Kehadiran AI membuat siswa dan mahasiswa malas untuk melakukan pemahaman soal, melakukan riset, menyusun argumen dan menuangkan kembali dalam tulisan yang baik. AI membuat siswa untuk melewati seluruh tahapan yang sebetulnya mereka butuhkan. Awalnya mereka awalnya tidak tahu tentang suatu hal tetapi dengan AI chatbot, mereka hanya perlu memerintahkan AI untuk memberikan hasil atau jawaban dan mereka pun tiba-tiba menjadi memiliki jawaban yang instan tanpa mereka tahu prosesnya. Dampak yang dialami siswa adalah, mereka mungkin akan memiliki nilai baik dan tinggi, tetapi mereka tidak paham apa yang mereka tulis tersebut sehingga apabila ilmu tersebut dibutuhkan mereka akan tetap bingung dan tidak tahu.

Walaupun kehadiran teknologi AI membawa banyak dampak negatif khususnya di bidang pendidikan ataupun akademik, teknologi AI juga masih banyak menyimpan dampak positif yang dapat dimanfaatkan baik bagi pendidik maupun siswa itu sendiri tentunya dengan bijak. Sehingga kebijakan pelarangan total terhadap AI bukan menjadi pilihan yang efektif, justru akan mendorong siswa menggunakan AI secara diam-diam. Jalan terbaik adalah tetap menggunakan AI secara bijak sebagai sumber belajar.

Dari data survei Populix (April 2023) hampir setengah atau 45% pekerja dan pengusaha di Indonesia telah menggunakan AI. Dari data survei tersebut pula, dinyatakan bahwa sebanyak 52% responden survei pernah menggunakan AI ChatGPT. Maka dari itu seorang guru/dosen harus senantiasa beradaptasi dengan perkembangan zaman yang semakin canggih guna meningkatkan jiwa profesionalismenya, agar peserta didik dapat menjadi lebih baik dengan pembelajaran inovatif serta adaptif yang diciptakan oleh guru/dosen yang profesional (Rifky, Paling, Arifudin, & Narayanti, 2024).

Kehadiran AI menghadirkan tantangan di bidang pendidikan. Sebuah kemajuan teknologi yang menguji integritas siswa. Efek ketergantungan pada teknologi AI juga semakin lama akan berisiko menumpulkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa.

Pada akhirnya, tantangan terbesar bagi pendidik bukanlah untuk membendung teknologi, tetapi untuk mendesain ulang pembelajaran secara cerdas serta memastikan bahwa AI berfungsi sebagai alat yang mempertajam pikiran manusia, bukan menumpulkannya.

2 tanggapan untuk “Dampak Chatbot AI Generatif Terhadap Integritas dan Kemampuan Berpikir Kritis di Bidang Pendidikan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *